Pendidikan Karakter [Bagian 2]

Materi Pendidikan Karakter kali ini adalah mengenai Pengendalian Diri.

Apakah Kita terbiasa untuk memberikan, menyediakan segala sesuatu untuk anak? Hati-hati... jangan dibiasakan. Ketika anak merasa dapat memperoleh apa saja yang ia inginkan, ia akan memiliki karakter yang kurang positif. 

Karena, Anak yang terbiasa memperoleh sesuatu dengan mudah bisa memiliki anggapan bahwa kelak ketika dewasa pun, ia dapat dengan mudah mendapatkan yang dia inginkan. Jika ia mendapatkan suatu "tantangan" atau "hambatan" dalam memperoleh sesuatu, bisa jadi ia memaksakan keinginannya pada orang lain. Bisa jadi, tindakan "korupsi" yang booming saat ini berawal dari kebiasaan ini.

Anak yang terbiasa memperoleh nilai akademis yang baik pun bisa jadi beranggapan seperti itu. Ia jadi terbiasa mengejar nilai akademis, tanpa memaknai proses belajar dan tujuan belajar dalam hidupnya. 

Supaya anak memiliki pengendalian diri yang baik, dia harus memiliki tujuan yang jelas. 
Tujuan membuatnya ingin menggali sesuatu lebih dalam dengan situasi kondusif.

Termasuk ketika menginginkan sesuatu, dia harus mengetahui terlebih dahulu tujuan dan manfaat atas sesuatu yang dia inginkan.

Usia terbaik untuk mengajarkan pengendalian diri adalah di usia 0-5 tahun, terutama 3-5 tahun.
Konsep yang bisa digunakan untuk mengajarkan pengendalian diri pada anak adalah "Jika" dan "Maka". Selalu beri pilihan pada anak, agar bisa lebih mengendalikan diri mereka.

Pendidikan Karakter [Bagian 2], Pengendalian Diri
Picture from: http://blog.lib.umn.edu/
Misalnya, yang sering Saya terapkan ketika Evelyn tidak bisa mengendalikan diri dan keinginannya.
Biasanya, Saya mengatakan,

"Kalau Evelyn mau ikut makan cemilan ini, cemilannya harus dibagi-bagi dulu."
"Kalau Evelyn tidak mau berbagi kue yang ini, kue yang baru tadi Bunda beli untuk Nisrin yaa..."
"Kalau Evelyn mau ikut Nisrin  pergi les, Evelyn harus tidur siang dulu."
"Kalau Evelyn mau bicara, berhenti dulu nangisnya. Karena Bunda gak ngerti. Kalau Evelyn mau nangis, nangisnya di sini (di atas kasur, duduk di kursi, atau di atas karpet, tempat untuk menyendiri.). Kalau sudah berhenti nangis, baru boleh bicara."
"Kalau Evelyn mau main di luar, Evelyn harus pakai jaket dulu, karena anginnya kencang, nanti masuk angin."
"Kalau Evelyn mau main air, airnya segini aja (diberi air secukupnya saja), nanti setelah Bunda selesai ...... (melakukan suatu aktivitas) Evelyn juga selesai main airnya."

Ketika Nisrin "malas" belajar atau tidak mau melakukan sesuatu yang Ayah Bunda minta untuk dikerjakan,

"Kalau Nisrin tidak mengerjakan PR dari Uncle (guru bahasa inggris), nanti Nisrin gak bisa menjawab quiz. Kalau tidak bisa jawab quiz, poin Nisrin cuma sedikit. Katanya mau dapat banyak poin untuk ditukar dengan hadiah...?"
"Kalau Nisrin dari kecil suka membaca buku seperti ini, ketika sudah besar nanti, Nisrin akan semakin mudah belajarnya."
"Kalau Nisrin rajin menulis cerita, Nisrin bisa membuat buku cerita sendiri."
"Kalau Nisrin tidak mau membereskan buku dan mainannya, lebih baik Buku dan Mainannya Bunda kasih ke orang lain."

Penerapan konsep ini membutuhkan banyak kesabaran, karena biasanya anak akan mengamuk, merajuk, memaksakan keinginannya. Tapi ketika itu terjadi, Kita harus konsisten dengan "peraturan" yang telah ditetapkan. 




2 komentar:

  1. Aah iya mak, suka ngambek memang. Paling sering kalo ngasih tau sesuatu sambil nangis dan aku ga ngerti. Ternyata belajar pengendalian yah itu *catet

    BalasHapus
  2. Iya...memang sih di usia balita itu kebutuhan anak harus dipenuhi, tapi harus ada pakemnya, karena ternyata itu akan terbawa hingga ia besar.

    BalasHapus