Aku Mau Berbagi & Tidak Pemalu

  
Pertama kali Nisrin mengenal istilah "kado", adalah saat tetangga mengundang Nisrin ke acara pesta ulang tahu. Sejak saat itu, Nisrin suka membuat kado. Kado-kado itu bukan untuk dirinya, tapi memang untuk diberikan pada orang lain. Nisrin sering membuat kado sendiri. Isi kadonya adalah barang miliknya sendiri. Barang yang diberikan pun merupakan barang yang Nisrin sukai. Jadi bukan "panyesaan", barang yang tak terpakai. Bungkus kadonya dia buat menggunakan kertas HVS atau lipat, dengan tambahan gambar-gambar buatannya.

Ketika Nisrin berulang tahun pun, yang Nisrin inginkan adalah memberi kado pada teman-temannya, bukan menerima kado. Semoga sifat senang berbagi nya terus bertahan hingga akhir hayatnya. 

Kemarin, tetangga kami mengadakan syukuran khitan anaknya-Achvas (5thn). Biasanya, tamu yang diundang akan memberi angpao/cecepan. Tapi, Saya mengajak Nisrin untuk memberi Achvas kado saja. Kami memutuskan untuk memberikan CD Ensiklopedi Anak Muslim. Setelah membungkusnya dengan cantik, Nisrin berinisiatif:

Nisrin: "Bun, Nisrin kasihin sekarang ya...!"
Saya: "Nanti aja, kita sore-sore an ke sananya.. Evelyn nya baru aja tidur, kasihan kalau diganggu."
Nisrin: "Atuh...aku tidak sabar... Ingin cepat-cepat kasihin kado! Dede nya ditinggal aja.. kan cuma sebentar"
Saya: "ye.. masa ninggalin dede sendirian di rumah?'
Nisrin: "ya udah, aku pergi sendiri aja."
Saya: "nisrin berani?"
Nisrin: "bera...ni"
Kemudian, Nisrin langsung mengambil jaketnya dan melesat menuju rumah tetangga. Namun tidak lama...
Nisrin: "Bun....! Bu Ustadz nya tutup!!!

Achvas dan keluarganya membuka warung tepat berseberangan dengan mushalla yang didirikan oleh kakek-neneknya (Bpk/Ibu Ustadz).

Saya: "Nisrin masuk ke rumahnya... yang ada di sebelah mushalla. Nisrin tinggal lewat ke mushalla, terus bilang Assalamu alaikum yang keras.."
Nisrin: "Oh.. iya deh."
Baru juga beberapa meter berlari Nisrin sudah kembali lagi.
Nisrin: "Yang mana bun..rumahnya? Nanti salah masuk...
Xixixi.. Nisrin memang baru sekali masuk ke rumah Bu Ustadz, jadi dia agak bingung. Kemudian, saya kembali menjelaskan letak rumah bu ustadz dengan visualisasi.
Nisrin: "Nisrin tinggal masuk lewat mushalla aja bun?"
Saya: "Iya... kalau Nisrin bingung, ya udah..nanti sore aja bareng bunda."
Nisrin: "Gak ah!
Nisrin berlari sambil mmegang erat kado, sampai-sampai kadonya kusut. Tak laa kemudia, Nisrin kembali sambil berteriak.
Nisrin: "Bun..udah bun...! Hehehe....."
Saya: "Tadi ketemu sama siapa? Bu Ustadz atau mama Achvas?"
Nisrin: "dua-duanya...tapi Nisrinnya cepet-cepet pulang lagi, soalnya malu..."
Saya: "Kenapa malu?" 
Nisrin: "habis, disuruh makan dulu... terus takut kadonya cepet-cepet dibuka. nanti teh bisi...'ih aku juga udah punya..', kan ma..lu"

Xixixi....Saya benar-benar geli mendengarnya. Nisrin memang sering malu-malu. Tapi meskipun malu, dia berusaha melawan perasaan itu. Saya sering memotivasi Nisrin agar lebih berani. Tidak dengan memaksanya supel, tapi setidaknya dia harus mengungkapkan perasaannya. Kepada Nisrin saya suka mengatakan, "Kalau malu, Nisrin bilang aja.. 'Aku malu...'. Nanti..malu  nya hilang deh!".
Saya pikir, itu lebih baik daripada bersikap malu-malu dengan cara sembunyi di belakang orang tua. Biasanya..setelah nisrin mengungkapkan perasaannya itu, suasana jadi lebih cair. Dan Nisrin bisa menguasai rasa malu-nya. Sehingga ia bisa bergaul dengan siapa saja.
Saya bangga pada Nisrin, dia mau berbagi dan mau mengungkapkan perasaannya. Kalau pun sekarang masih kurang PD, tugas saya untuk mempertemukannya dengan banyak teman baru. 


Note: "Bun..kalo habis ngasih kado teh seneng...! Kan berbagi itu sedekah. Kalo sedekah, Nisrinnya disayang Allah... Kan! Gak usah maaa..lu.. Kan?!" Ujarnya dengan gayanya yang khas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar