Menanam Kebiasaan Baik Melalui Standar Pagi dan Sore

We can't change the world unless we change ourselves first
Quotes yang sangat terkenal seantero jagad raya ini mudah diingat, tapi penuh tantangan untuk dijalankan. Emang siapa yang mau mengubah dunia? Apakah setiap orang ingin mengubah dunia? Hmm.. sebenarnya dunia itu sendiri maknanya bisa luas maupun kecil. Contohnya, kita pasti pernah melihat suatu hal yang dirasa tidak baik, dan ada perasaan ingin mengubahnya. Bisa di lingkaran keluarga, sekolah, komunitas atau masyarakat. Tapi kadang kok ya mengubahnya itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Ya iya lah ya... jika menginginkan perubahan,  tentu memerlukan usaha  atau tindakan berbeda dari yang pernah dilakukan sebelumnya.

Contohnya, setiap bangun pagi, anak-anak dibangunkan dengan cara yang sama. Tapi kurang berhasil, alhasil bangunnya sering terlambat. Kalau dibiarkan, menanti anak-anak bisa bangun sendiri tepat waktu, ya gak akan terjadi. Perlu ada strategi yang diubah, dimulai dari diri kita. Cara kita membangunkan anak itu seperti apa? Nah perlu diubah strateginya. 

Contoh lain, saat berkunjung ke area publik, misalnya perpustakaan kota. Kerap melihat hal yang tidak patut ditiru. Buku yang sudah dibaca tidak disimpan kembali pada tempat yang disediakan, atau melihat alas kaki yang disimpan tidak pada tempatnya. Dan saat melihat hal tersebut, kita biasa mengabaikannya. "Ah yang penting kita tidak seperti itu." Maka yakin deh, kita akan kerap melihat hal yang sama, karena kita telah bersikap abai pada hal yang sebenarnya telah menggelitik hati. Ehhem...

Perubahan akan terjadi jika kita melakukan respon yang berbeda. Misalnya, Melihat buku berserakan, maka kita simpan pada tempat yang seharusnya. Melihat alas kaki disimpan tidak pada tempatnya, kita rapikan agar tidak menghalangi jalan (Kalau bisa sih disimpan pada tempatnya, tapi khawatir disangka hilang oleh pemiliknya, karena berubah posisi. Hihihihi. 😁😋.)

Intinya, semua yang terjadi dan kita lihat berulang kali, tidak akan berubah bergitu saja manakala kita melakukan hal yang sama. Mulai perubahan itu dari cara kita merespon suatu kejadian. Sederhana ya... tapi langkah awal itu biasanya tidak ringan... Perlu niat dan tekad yang kuat. Uhuk

Sebagai Ibu, Saya tentu ingin melihat beragam perubahan baik pada keseharian anak-anak. Sederhana saja, ingin anak-anak bersemangat, mandiri dan menjadi A Home Team. Tapi tidak ada strategi atau upaya yang saya ubah. Dibiarkan mengalir saja. Wew, dijamin ya... sampai kapan juga gak ada perubahan. 

Akhirnya kami sekeluarga ngobrol bareng, dan menetapkan suatu perubahan kecil. Yaitu membuat Standar Pagi. Standar Pagi yang ditetapkan terdiri dari: Minum 1 Gelas Air Putih setelah bangun tidur, Shalat Subuh, Mandi, dan Mengerjakan Family Chores. Bagi yang sudah punya rutinitas pagi seperti ini, mungkin tampak sepele sekali. Tapi tidak bagi kami yang punya 3 anak Homeschooling (tidak wajib berangkat/keluar rumah setiap pagi). Kami perlu membangun strong why, mengapa harus langsung mandi pagi? Mengapa harus melakukan Family Chores?

Standar Pagi ini sudah kami latih selama 4 Periode (Masing-masing periode durasi 20 hari) Hasilnya? di Periode ke-4 belum ada yang mencapai keberhasilan lebih dari 80%. Evelyn dan Kirei bahkan masih 50%. Artinya, Standar Pagi ini belum menjadi kebiasaan baik yang tertanam dalam keluarga kami.

Kalau berhasil dapat sticker owlie.. 😉

Maka kami ubah lagi strateginya, dengan mengubah Family Chores yang akan dikerjakan, siapa yang lebih dulu mandi pagi, dan bentuk konsekuensi yang disepakati. Konsekuensi tidak melakukan standar pagi adalah kehilangan kuota nonton youtube pada hari itu. Konsekuensi tidak melakukan standar sore, kehilangan kesempatan bikin-bikin, karena esok hari rumah berantakan dan harus beres-beres.


Strategi ini baru kami lakukan selama 7 hari. Evelyn terlihat lebih semangat, karena dia berhasil menyelesaikan standar pagi selama 6 hari, absen 1 kali, karena dia memilih langsung sarapan daripada mandi. Telat deh... Hehehe...

Selain itu, kami juga menetapkan Standar Sore yang terdiri dari: Shalat, Dzikir, Ngaji dan Family Chores. Lagi-lagi Evelyn yang paling semangat. Dia tak mau melewatkan standar sore. Selidik punya selidik, Evelyn merasa dirinya lebih semangat dan "dewasa" jika rutin melakukan standar pagi dan sore. Ya.. dia sering merasa adiknya (Red: Kirei) bersikap kurang "hormat" padanya. Tapi dengan dia mengungguli Kirei dalam standar Pagi dan Sore, Kirei menjadi lebih respect pada Evelyn. Dan Evelyn merasa punya wibawa lebih tinggi di mata Kirei. Hahahaha... Sibling Rivalry does exist. 

Kirei masih bolong-bolong mengerjakan standar pagi dan sore. Dia hampir setiap hari bertanya, kenapa standar pagi dan sore harus dibuat? Jawaban saya, "Bunda gak bisa nemenin kirei setiap saat. Nanti, kirei akan punya kegiatan sendiri. Kirei perlu belajar jadi anak mandiri, makanya kita latihan sama-sama dengan standar pagi." atau "Adik bayi mau lahir, Bunda pasti harus merawat adik bayi, kirei dan rumah kita. Tapi Bunda gak bisa kerjakan semua sendirian, ini kan rumah kita, jadi kita harus kerjasama." Setiap kali kirei bertanya, Saya usahakan ada jawaban yang berbeda. Maksudnya supaya Kirei menemukan strong why dalam melakukan standar pagi dan sore, hingga dia bisa melakukannya dengan suka cita. Aamiin.

Kondisi Standar Sepanjang Hari 😂

Kondisi Ideal jika tuntas standar sore 😆

Masih panjang perjalanan kami menanamkan kebiasaan baik ini pada anak-anak. Tapi demi kebaikan kami semua, insya Allah akan terus dijalani, diupayakan dengan beragam strategi. :)

Strategi Kami:

  • Membuat Kesepakatan dan Menemukan Strong Why Melalui Family Forum.
  • Melakukan Kegiatan Standar pagi dan sore dengan menyenangkan (tidak ada paksaan, bentakan atau emosi tinggi jika tidak melakukan)
  • Perbanyak apresiasi
  • Perbarui komitmen secara berkala

Apakah teman-teman punya kebiasaan baik yang sedang ditanamkan? Bagaimana Caranya? Bagi ceritanya juga ya... ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar